Saya mengenal nama Khu Lung (atau versi Inggris disebut Gu Long) saat SMA (tahun 90-an akhir). Tapi waktu itu saya belum tertarik membacanya, karena masih terpesona dengan cersil-cersil Kho Ping Hoo dan Wiro Sableng.
Saat kuliah tahun 2000-an, saya mulai mencoba membaca cersil Khu Lung dari situs-situs di internet, dan ternyata ceritanya sangat dahsyat. Cersil Kho Ping Hoo jadi terasa seperti karya pemula dibandingkan karya Khu Lung.
Pada saat yang sama, saya juga mencoba membaca karya Chin Yung, yang beberapa di antaranya sudah saya tonton di televisi, tapi menurut saya cerita-cerita Khu Lung lebih menarik. Chin Yung adalah versi yang lebih baik dari Kho Ping Hoo, tapi cara berceritanya sama-sama realis dan konvensional. Sedangkan Khu Lung menawarkan gaya bercerita yang sama sekali berbeda. Cerita-ceritanya unik, alurnya tidak mudah ditebak, penuh perumpamaan segar, banyak dialog cerdas, dan sering menawarkan renungan-renungan hidup yang menakjubkan. Karya Khu Lung bisa dibilang sangat nyastra, tapi tidak berat dan tetap ringan dibaca.
Khu Lung lahir di Hong Kong tahun 1937 dan meninggal di Taiwan tahun 1985. Menulis cerita sejak usia 11 tahun, dia telah menjadi sangat terkenal pada umur dua puluhan lewat cersil-cersilnya. Kehadiran Khu Lung mendobrak dominasi Chin Yung.
Setidaknya ada empat hal yang sangat saya sukai dari Khu Lung:
Pertama, deskripsinya yang kaya dengan perumpamaan segar dan jenaka, misalnya saat melukiskan kecantikan seorang gadis, kehebatan seorang tokoh, atau jalannya pertarungan tingkat tinggi.
Kedua, dialog-dialognya yang cerdas dan sering menggunakan kata-kata bersayap. Di sini kerapkali dia kebablasan sehingga abai dengan cerita. Tapi mengikuti dialognya saja sudah cukup mengasyikkan.
Ketiga, suasana ceritanya: kesepian, kehangatan, kemurungan, keriangan.
Keempat, renungan-renungan filosofisnya. Saya curiga, sepertinya dia menyerap dengan baik gagasan-gagasan eksistensialisme.
Tokoh-tokoh dalam novel Khu Lung tidak pernah hitam putih, umumnya seorang yang cerdas (kecuali misalnya pada Pendekar Riang), dan selalu doyan arak. Khu Lung sendiri memang seorang pemabuk tanpa tanding. Ia meninggal karena kebanyakan nenggak alkohol. Di kuburannya, kawan-kawan Khu Lung membenamkan 48 botol brandy tanpa tutup untuk menemani dia dalam tidur panjangnya.
Saya baru membaca 15 novel Khu Lung dari total sekitar 80 karyanya. Tapi saya beruntung telah membaca salah satu novelnya yang terbaik, berjudul Pendekar Budiman (Siao Li Fei Dao). Inilah karya Khu Lung yang paling membekas dalam hati dan pikiran saya. Kualitasnya saya kira setara dengan novel-novel peraih nobel. Novel ini menyajikan kesepian, kemurungan, kepedihan, kedukaan, tragedi, dalam bentuknya yang paling sublim, kejam, dan indah. Maybe he is a great master of interpreter of loneliness. Gema dari cerita ini mendengung terus hingga melahirkan sebuah cerpen lanjutan versi saya, ”Si Pisau Terbang Melepaskan Pisaunya”.
Cersil Siao Li Fei Dao ditulis Khu Lung pada tahun 1970 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Gan K.L. (dengan judul Pendekar Budiman), Gan K.H. (Pendekar Merana, Satria Baja), dan Kwee Tjin (Si Pisau Terbang). Saya membacanya lewat versi terjemahan Gan K.L. pada bulan Maret 2007. Karena terjemahannya tidak sampai tamat, saya lanjutkan dengan versi berbahasa Inggris berjudul The Flying Blade of Xiao Li hingga selesai pada Mei 2007. Setelah itu saya masih membacanya beberapa kali, dan menemukan lebih banyak lagi pemaknaan baru.
Selain Pendekar Budiman, berikut ini adalah karya-karya Khu Lung yang saya anggap terbaik, tentunya dari yang pernah saya baca:
- Misteri Kapal Layar Pancawarna (Huan Hua Xi Jian Lu/ The Tale of Refining the Sword Like Cleansing the Flower) – 1964
- Pendekar Baja (Wu Lin Wai Shi/ A Fanciful Tale of the Fighting World) – 1965
- Pendekar Binal (Jue Dai Shuang Jian/ Legendary Sibling) – 1967
- Pendekar Harum (Wue Hai Pian Siang/ Lingering Fragrance in the Sea of Blood) – 1968
- Pendekar Riang (Huan Le Yin Xiong/ A Merry Hero) – 1971
- Anak Berandalan (Xiao Shi Yi Lang/ The Legend of the Deer-Carving Sabre) – 1973
- Peristiwa Bulu Merak (Tian Ya, Ming Yue, Dao/ The End of the World, the Bright Moon, the Sabre) – 1975
- Pendekar Empat Alis (Lu Xiao Feng) – 1976
- Harimau Kumala Putih (Bai Yu Lao Hu/ White-Jade Tiger) – 1976
Bagi yang ingin membaca atau bernostalgia dengan cersil-cersil Khu Lung, anda bisa mengunduhnya di SINI. []
Sungguh menarik tulisanx admin.Pengembaraan gw dlm Mbaca cerita Silat mirip dgn admin. Dimulai dr karya Kho Ping Hoo, dlanjutkan Chin Yung dan akhirx karya Gu Long…cerita silat gu long/khu lung memang berbeda n special. Cerita kho ping hoo tetap Memberikan pengalaman tersendiri untuk saya yg masih SMP sewaktu Pertama kali membacax. Sewaktu SMA mulai baca chin yung dan baca gu long sewaktu kuliah…suatu pengalaman tersendiri mengenal n membaca cerita Silat…Sekarang lg berusaha mengumpulkan dan mencari waktu luang untuk membaca karya Gu long/khu lung yg Belem sempat baca. salam dunia kongouw.
Terima kasih telah mampir dan meninggalkan jejak komentar. Salam dunia kangouw.