ideologi

Sejarah Istilah Ideologi

1.  S.L.C. Destutt de Tracy (1754-1836), seorang politisi dan filsuf, memasukkan istilah ideologi ke dalam khazanah ilmu sosial. Ideologi adalah ilmu tentang idea-idea.

2.  Bagian pertama abad 19 di Jerman, para pembela gagasan-gagasan progresif (seperti HAM dan negara konstitusional) disebut ideolog.

3.  Karl Marx (1818-1883) berpendapat bahwa cara manusia berpikir dan menilai; agama, pandangan-pandangan moral, pandangan dunia, nilai-nilai budaya, dlsb., mempunyai fungsi mendukung struktur-struktur kekuasaan dalam masyarakat. Pandangan-pandangan itu merupakan ideologi. Ideologi bagi Marx merupakan kesadaran palsu.

Arti Kata Ideologi

1.  Ideologi sebagai kesadaran palsu

Ideologi mempunyai konotasi negatif; sebagai klaim yang tidak wajar, atau sebagai teori yang tidak berorientasi pada kebenaran melainkan pada kepentingan pihak yang mempropagandakannya. Minimal ideologi dianggap sebagai sistem berpikir yang sudah terkena distorsi.

Menurut Frans Magnis Suseno, inilah pengertian ideologi yang paling umum dan berlaku baik di kalangan filsuf maupun ilmuwan sosial dan sebagian besar masyarakat di Barat.

2.  Ideologi dalam arti netral

Ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap-sikap dasar rohani sebuah gerakan, kelompok sosial atau kebudayaan. Pengertian ini biasa dipakai di negara-negara yang mementingkan sebuah ideologi negara.

3.  Ideologi: keyakinan yang tidak ilmiah

Ideologi adalah segala pemikiran yang tidak dapat dicek secara matematis-logis atau empiris. Termasuk di antaranya penilaian etis dan moral, anggapan-anggapan normatif, teori dan paham metafisik dan keagamaan atau filsafat sejarah. Pengertian ini dipakai di kalangan positivis.

Tiga Macam Ideologi

1.  Ideologi tertutup

Ini merupakan ideologi dalam arti penuh atau lengkap, yakni ajaran atau pandangan dunia atau filsafat sejarah yang menentukan tujuan dan norma-norma politik dan sosial, yang diklaim sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi melainkan yang sudah jadi dan harus dituruti. Disebut tertutup karena isinya tidak boleh dipertanyakan lagi dan kebenarannya tidak boleh diragukan, serta tidak dapat dimodifikasi berdasarkan pengalaman. Ia mengklaim status moral yang mutlak, dengan hak untuk menuntut ketaatan mutlak. Ideologi tertutup tidak hanya memuat prinsip-prinsip atau nilai dasar, melainkan bersifat konkret operasional. Ideologi ini berasal dari pikiran sebuah elit yang dipropagandakan dan disebarkan kepada msyarakat, bukan diambil dari masyarakat itu sendiri.

Contohnya adalah Marxisme-Leninisme yang memuat: 1) Teori tentang hakekat realitas seluruhnya [sebuah teori metafisika berisi materialisme dialektis dan ateisme]; 2) Tentang makna sejarah [bahwa sejarah menuju ke masyarakat tanpa kelas]; 3) memuat norma-norma ketat tentang bagaimana masyarakat harus ditata [secara sosialis, tanpa hak milik pribadi, seluruh kehidupan masyarakat ditentukan langsung oleh negara, jadi totaliter], bahkan bagaimana individu harus hidup [ttg gaya rekreasinya, karya seni yang boleh dan tidak boleh, bentuk pendidikan, tidak diperbolehkannya ajaran agama, apa yang boleh dibaca dan tidak, dlsb]; 4) pada hakikatnya melegitimasi monopoli kekuasaan sekelompok orang [Partai Komunis] di atas masyarakat. Contoh lain: Fasisme, beberapa bentuk sosialisme, dan Ideologi Keamanan Nasional ala Amerika Latin. Juga Kapitalisme Klasik dalam bidang ekonomi.

2.  Ideologi terbuka

Ideologi terbuka berisi cita-cita etika politik yang mendasarkan penyelenggaraan kehidupan masyarakat pada nilai-nilai tertentu tentang martabat manusia serta pada sedaftar hak-hak asasi manusia (yang termuat dalam undang-undang dasar negara tersebut). Disebut terbuka karena hanya mengenai orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma politik sosial selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan prinsip-prinsip moral dan cita-cita masyarakat lainnya. Cita-cita itu bersifat luwes. Operasionalisasinya tidak ditentukan secara apriori, melainkan disepakati secara demokratis. Ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter, dan tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kekuasaan sekelompok orang.

3.  Ideologi implisit

Masyarakat tradisional biasanya memiliki keyakinan-keyakinan tentang hakikat realitas serta bagaimana manusia harus hidup di dalamnya. Keyakinan-keyakinan itu meresapi seluruh gaya hidup, merasa, berpikir, bahkan beragama masyarakat. Keyakinan-keyakinan itu seringkali mengandung segi ideologis, meskipun tidak eksplisit, karena mendukung tatanan sosial yang ada, memberikan legitimasi kepada kekuasaan sebuah kelas atau lapisan sosial dalam masyarakat. Pandangan Jawa tentang mikrokosmos (jagat cilik) dan makrokosmos (jagat gedhe) memuat juga paham tentang raja sebagai sumber keselarasan dan kesejahteraan masyarakat dan dengan demikian melegitimasikan sistem kekuasaan monarki absolut. Inilah segi ideologis dari keyakinan masyarakat tradisional, sehingga keyakinan semacam ini dikategorikan ideologi implisit. []

[Disarikan dari Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hal. 227-237]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *