jalan tol

– Ah, percuma buat jalan tol kalau bayar.

+ Kalau gak mau bayar ya gak papa, gak dipaksa kok masuk jalan tol. Jalan nasional dan jalan lainnya yang gratis kan masih ada. Tapi setidaknya dengan adanya tol kita jadi punya alternatif.

– Mestinya jalan tol itu gratis.

+ Sejak kapan di Indonesia ada jalan tol yang gratis? Jalan tol pertama yang dibangun era Soeharto pun bayar. Jalan tol era SBY bayar. Dan seterusnya, semua jalan tol itu berbayar.

– Tapi tol sekarang tarifnya mahal. 

+ Mahal karena baru dibangun sekarang. Coba kalau sudah selesai di zaman dulu, pasti tarifnya lebih murah. Dan kalau yang sekarang ditunda lagi pembangunannya, nanti akan lebih mahal lagi.

– Jalan tol hanya untuk orang kaya bermobil.

+ Hmm.. Bus-bus angkutan umum dan mobil travel itu apakah isinya orang kaya semua? Truk-truk logistik itu apakah bawa barang untuk orang kaya saja? Supir bus dan truk itu apakah orang kaya? Lagian orang-orang yang punya mobil pun jumlahnya puluhan juta, mereka rakyat semua dan kebutuhan mereka pun harus diperhatikan.

– Rakyat butuh makan dan lapangan kerja, bukan jalan tol.

+ Ya, adanya jalan tol itu sendiri membuka lapangan kerja, dan hasilnya setelah dipakai akan memacu pertumbuhan ekonomi yang itu akan membuka banyak lapangan kerja baru.

– Jalan tol gak ada gunanya buat mengangkat ekonomi warga di sepanjang jalan tol karena di kanan kirinya gak bisa dipake jualan. 

+ Hahaha… Emangnya dampak ekonomi jalan itu hanya biar bisa dipake jualan di kiri-kanannya? Lihat jalan-jalan tol yang sudah ada sejak zaman Soeharto sampai SBY, apa betul tidak berdampak ekonomi bagi warga di sepanjang jalan tol? Setiap jalan tol ada pintu-pintu tol dalam jarak tertentu, dari titik-titik itulah dampak ekonomi bagi warga sekitar dimulai. Banyak perumahan baru yang dibangun, sekolah, rumah sakit, pasar, mall, pabrik, tempat hiburan, dsb. Semua itu menumbuhkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

– Daripada bikin tol, lebih baik jalan nasional yang ada dilebarin dua kali lipat. Itu lebih bermanfaat buat warga sekitar dan gratis pula. 

+ Jalan nasional itu biasanya kanan kirinya sudah ada rumah-rumah dan toko, jadi biaya pembebasan lahannya akan jauh lebih mahal. Lagi pula sebagus-bagusnya jalan raya nasional, tak mungkin kita bisa ngebut stabil 100-150 km per jam, karena pasti ada saja gangguannya. Ada motorlah, putaran balik, belokan tajam, tanjakan, turunan, orang nyeberang, pasar kaget, sampai jalur kereta api dan lampu merah. Jadi, dalam hal kecepatan, kelancaran, dan kenyamanan bagi pengguna, fungsi jalan tol tidak tergantikan. Jika untuk kelebihan itu harus bayar, ya tinggal dihitung saja apakah segala kelebihan itu cukup berharga atau tidak dibanding biayanya.

– Jalan tol hasil utang aja bangga.

+ Ya wajarlah bangga karena pemerintah dulu gak sebanyak dan secepat ini bikin jalan tol. Soal utang, jangan salah, tol Jagorawi bikinan Soeharto saja itu uangnya dari utang. Tapi gak usah khawatir gak bisa bayar, karena jalan tol itu proyek komersial yang menguntungkan.

– Jalan tol Jokowi, udah selesai dibangun malah dijual-jualin ke asing. 

+ Dijual ya gpp, bukan dikasih toh? Malah harusnya kita bersyukur ada yang mau beli. Pemerintah kita dapat uang segar yang bisa digunakan untuk bangun jalan tol lain. Hasilnya bisa kita lihat sekarang, banyak jalan tol bisa dibangun, jauh lebih banyak dan lebih cepat dibanding dulu.

– Itu bisa mengganggu kedaulatan negara Indonesia.

+ Waduh, kejauhan kalau dikaitkan dengan kedaulatan. Jalan tol itu, mau dikelola pemerintah maupun swasta, lokal maupun asing, sama saja. Siapa pun yang pake mobil boleh masuk tol dan siapa pun yg masuk tol harus bayar. Tapi tarifnya tidak ada perbedaan, karena jalan tol termasuk proyek PSO (Public Service Obligation) sehingga tarifnya ditentukan oleh pemerintah. Selain itu, perlu dicatat bahwa yang dijual dari jalan tol bukan fisik jalan tolnya, tapi hanya hak pengelolaan. Ibarat properti, yang dijual bukan SHM atau HGB, tapi hanya HGU (Hak Guna Usaha), yang itu pun ada jangka waktunya, bukan permanen. Dan menurut Perpres no 39 tahun 2014 tentang Daftar Negatif Investasi, bidang usaha pengelolaan jalan tol memang terbuka 100% untuk swasta asing, dari sebelumnya 95%, jadi tidak ada aturan yang dilanggar. Sebagian lagi aset tol dijual dalam bentuk sekuritisasi aset, yaitu mengubah potensi keuntungan masa depan menjadi surat utang, sedangkan pengelolaan tetap di tangan BUMN kita. Jadi hal ini sama sekali tidak mengganggu kedaulatan negara Indonesia.

– Tapi yang nikmati hasilnya jadinya orang asing.

+ Masa sih? Mereka yang memanfaatkan jalan tol setiap hari untuk bekerja atau sekadar bepergian, yang jumlahnya bisa mencapai puluhan ribu kendaraan dalam satu ruas, itu orang-orang kita atau orang asing? Bagi pemerintah, selain dapat uang besar, juga dapat untung terus-menerus dari pemasukan pajak. Kalaupun investor swasta (lokal ataupun asing) dapat untung, ya wajar saja karena yang namanya bisnis itu harus saling menguntungkan. [Asso]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *