Istilah “mepamit” pertama kali saya dengar dari kisah Raim Laode (penyanyi lagu Komang) saat menikah dengan Komang Ade Widiandari, dan kembali mendengarnya saat Rizky Febian menikah dengan Mahalini (pelantun lagu Sial).
Sungguh saya salut dengan tradisi ini. Mepamit, upacara berpamitan kepada para leluhur oleh perempuan yang akan menikah ini ternyata bisa digunakan juga untuk pamit dari kepercayaan Hindu kepada kepercayaan yang berbeda. Dan hal itu tidak dipermasalahkan oleh orangtua dan keluarga besar dari mempelai perempuan, bahkan direstui dan didoakan.
I Gede Suraharja, ayah Mahalini, tampak santai saat ditanya tentang anaknya yang jadi mualaf. “Kita yakini semua agama itu mengajarkan kebaikan. Jadi tidak ada agama yang mengajarkan keburukan.”
Sulit dibayangkan hal semacam ini bisa terjadi pada masyarakat Muslim. Pada umumnya di kalangan Muslim, ketika ada anggota keluarga yang keluar dari agama Islam alias murtad, dia bukan hanya akan dihambat, tapi juga bisa dikucilkan bahkan tidak dianggap lagi sebagai anak atau bagian dari keluarga besar. Dan secara hukum, anak itu juga tidak punya hak lagi untuk mewarisi harta dari orangtuanya.
Dalam Islam ada keyakinan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar, dan orang yang tidak menganut Islam, sebaik apa pun dia, tidak akan masuk surga (alias masuk neraka). Maka orangtua di keluarga Islam tidak akan rela anaknya pindah ke agama lain, karena sama saja dengan membiarkan anaknya kelak masuk neraka. Jadi ketidakrelaan ini merupakan tanda sayang orangtua kepada anak.
Sementara dalam agama Hindu, setidaknya seperti yang dianut keluarga Mahalini dan keluarga Komang, tanda sayangnya diwujudkan dengan membebaskan sang anak untuk memilih yang dirasanya terbaik untuk kebahagiaan dirinya.
Hmm.. Bagaimana pendapat anda? [Asso]