zhang wuji

Waktu masih pacaran, Guo Jing dan Huang Rong dalam kisah Pendekar Rajawali sering berpetualang berdua, tapi tak sekalipun Guo Jing bersikap tidak senonoh terhadap Huang Rong, dan Huang Rong pun tak pernah mencoba mengundang syahwat kekasihnya, padahal mereka tak jarang berkuda berdua atau bahkan berpelukan.

Yang Guo dan Xiao Long Nu (Kembalinya Pendekar Rajawali) hidup bersama di dalam gua, keduanya saling mencintai, tapi tak pernah satu sama lain mengajak untuk berhubungan layaknya suami istri.

Zhang Wuji (Pedang Langit dan Pembunuh Naga) juga selalu sopan terhadap para wanita yang mencintainya, termasuk kepada pelayan cantik asal Persia yang sepertinya sudah menyerahkan sepenuh dirinya kepadanya.

Lalu Linghu Chong (Pendekar Hina Kelana) yang digambarkan urakan dan bersikap bebas, tetap menjaga kehormatan wanita yang dicintainya, baik Yue Lingshan maupun Ren Yingying.

Begitu juga tiga bersaudara dalam Pendekar Negeri Tayli, Duan Yu, Xiao Feng, dan Xu Zhu, semua tak pernah kurang ajar terhadap wanita, meski mereka sangat bucin terhadap wanita yang mereka cintai.

Semua itu terasa kurang realistis. Mana mungkin pria dan wanita yang saling mencintai, sering berdua di tempat sepi, tak tergoda untuk melakukan hubungan suami istri?

Tapi karakter pahlawan seperti itulah yang digambarkan oleh Chin Yung dalam cersil-cersilnya.

Saya bertanya kepada ChatGPT, Gemini, dan Deepseek, ternyata analisis ketiganya mirip. Berikut saya tampilkan jawaban dari Deepseek.

Memang benar bahwa tokoh-tokoh utama dalam cerita silat karya Jin Yong (Chin Yung) sering digambarkan sangat sopan dan menjaga batasan dalam hubungan mereka dengan wanita, meskipun mereka sering berpetualang bersama. Ada beberapa alasan mengapa Jin Yong menciptakan karakter seperti itu:

1. Nilai Konfusianisme dan Budaya Tradisional Tiongkok

Jin Yong banyak terinspirasi oleh nilai-nilai Konfusianisme, yang menekankan kesopanan, moralitas, dan tata krama—terutama dalam hubungan antara pria dan wanita. Meskipun tokoh-tokohnya adalah pendekar yang bebas dan pemberontak terhadap otoritas, mereka tetap memegang prinsip-prinsip moral tradisional, seperti menjaga kehormatan wanita dan tidak melanggar norma sosial.

2. Romansa yang Idealistik, Bukan Realistis

Karya Jin Yong bukanlah realisme, melainkan fantasi wuxia yang penuh dengan idealisme. Tokoh-tokoh utamanya adalah pahlawan yang digambarkan sempurna dalam hal moral, meskipun mungkin memiliki kekurangan dalam kepandaian atau sifat lainnya. Hubungan romantis mereka sering kali bersifat “murni” dan penuh pengorbanan, yang membuat cerita terasa lebih epik dan heroik.

3. Pengaruh Sastra Klasik dan Opera Tradisional

Jin Yong banyak terinspirasi oleh sastra klasik Tiongkok seperti The Dream of the Red Chamber (红楼梦), di mana cinta yang tak tersampaikan atau hubungan yang penuh kesetiaan adalah tema utama. Selain itu, dalam opera tradisional Tiongkok, tokoh pahlawan biasanya digambarkan sebagai sosok yang mulia dan tidak tergoda oleh nafsu duniawi.

4. Pertimbangan Pembaca dan Penerbitan

Pada masa Jin Yong menulis (1950-an hingga 1970-an), cerita silat dimuat di koran-koran dan ditujukan untuk pembaca luas, termasuk keluarga. Oleh karena itu, ia mungkin menghindari konten yang dianggap terlalu vulgar atau tidak pantas untuk pembaca umum.

5. Kontras dengan Karakter Antagonis

Tokoh antagonis dalam cerita Jin Yong sering kali digambarkan lebih bebas secara seksual atau licik dalam memanipulasi wanita (misalnya Ouyang Ke atau Yang Kang). Dengan membuat tokoh protagonis sangat menjaga moral, Jin Yong mempertegas perbedaan antara “pahlawan sejati” dan penjahat.

6. Fokus pada Kisah Petualangan dan Persahabatan

Jin Yong lebih menekankan pada persahabatan, pengorbanan, dan petualangan ketimbang hubungan romantis yang eksplisit. Cinta dalam ceritanya sering kali bersifat simbolis atau menjadi pendorong alur, bukan tujuan utama.

Kritik atas “Kurang Realistis”

Memang, dari sudut pandang modern, hubungan yang terlalu “sempurna” seperti ini bisa terasa tidak realistis. Namun, Jin Yong sendiri pernah menjelaskan bahwa tulisannya adalah tentang dunia ideal para pendekar, bukan realitas sehari-hari. Ia ingin menciptakan tokoh yang bisa menjadi panutan, bukan cerminan manusia seutuhnya.

Jadi, meskipun terkesan terlalu idealis, karakterisasi seperti ini adalah pilihan sengaja Jin Yong untuk menciptakan dunia wuxia yang heroik, penuh kehormatan, dan sesuai dengan nilai-nilai tradisional yang dihormati dalam budaya Tiongkok.

Kalau kamu lebih suka cerita silat dengan hubungan yang lebih realistis (atau bahkan eksplisit), mungkin bisa mencoba karya Gu Long, yang lebih sering menampilkan tokoh dengan moral abu-abu dan hubungan yang lebih “duniawi”. 😊

Demikian. []

Yang mau baca cersil-cersil karya Chin Yung bisa mampir ke SINI.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *