Di masa pemerintahan presiden Jokowi, pembangunan infrastruktur berlangsung secara massif. Mulai dari proyek yang bisa dikomersialkan seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, kereta (MRT, LRT, kereta cepat, kereta biasa), listrik, perumahan, kilang minyak, dan kabel serat optik untuk telekomunikasi, hingga proyek nonkomersial seperti jalan nasional, jembatan, waduk, dan bendungan.
Banyak proyek yang puluhan tahun mangkrak, kini telah selesai atau dilanjutkan kembali di era Jokowi.
Tapi ternyata tak sedikit orang yang skeptis dengan pembangunan infrastruktur besar-besaran ini. Apalagi sebagian dananya diperoleh dari utang atau investasi asing.
Salah satunya terkait pembangunan jalan tol.
Satu suara sumbang yang sering terdengar: “Jalan tol hanya untuk orang-orang kaya”.
Benarkah jalan tol hanya untuk orang-orang kaya? Untuk menjawab tudingan miring ini, kita tinggal melihat siapa saja para pengguna jalan tol.
Setidaknya ada tiga golongan besar pengguna jalan tol, yaitu mobil pribadi, truk pengangkut barang, dan bus angkutan umum.
Pertama, mobil pribadi.
Secara sekilas saja, tampak bahwa mobil pribadi adalah pengguna terbanyak jalan tol. Mungkin dari sinilah muncul ungkapan bahwa jalan tol hanya untuk orang-orang kaya, karena dianggap pemilik mobil itu orang kaya.
Tapi apakah para pemilik mobil pribadi sudah pasti orang kaya? Belum tentu sodara.
Jika mobilnya hanya sekelas low MPV, low SUV, city car, LCGC, dan mobil-mobil bekas keluaran lama, apalagi jika belinya kredit, maka pemiliknya belum bisa dikategorikan orang kaya. Memang bukan orang miskin, tapi paling banter hanya kelas menengah. Mayoritas mobil di Indonesia adalah model-model begini.
Lain halnya jika mobilnya sekelas sedan, SUV, big MPV, apalagi dengan merek Mercy, BMW, VW, Lexus, Porsche, dan semuanya keluaran terbaru, bolehlah pemiliknya dikategorikan orang kaya. Sedan BMW pun jika keluaran tahun 90, belum layak membuat pemiliknya disebut orang kaya.
Tapi anggaplah para pemilik mobil pribadi itu semuanya orang-orang kaya. Tapi mereka itu jumlahnya puluhan juta dan mereka semua itu juga rakyat lho. Bukankah pemerintah harus memperhatikan seluruh rakyat?
Lagi pula dengan adanya “orang-orang kaya” itu masuk jalan tol, itu akan mengurangi kemacetan di jalan raya non-tol. Anda yang tidak setuju jalan tol dan orang-orang yang keberatan membayar uang tol bisa menikmati jalan raya yang lebih lengang. Enak toh?
Kedua, truk pengangkut barang.
Apakah para pemilik truk pengangkut barang adalah orang-orang kaya? Bisa ya, bisa tidak. Bisa perusahaan besar, bisa perusahaan kecil. Bisa juga sang pemilik adalah sekaligus supir.
Apa pun itu, para pemilik truk sedang menjalankan usaha.
Usaha mereka mengantarkan barang dari dari satu tempat ke tempat lain. Barang-barang itu mulai dari hasil pertanian, hewan ternak, kebutuhan sehari-hari, peralatan kantor, barang tambang, bahan bangunan, bahan baku industri, barang elektronik, hingga sepeda motor dan mobil.
Jalan tol dibuat untuk melancarkan dan memudahkan usaha mereka. Semakin lancar pengiriman barang, semakin murah biayanya. Dan yang menikmati adalah kita semua, kaya maupun miskin.
Jadi, tidak benar jika jalan tol hanya untuk orang-orang kaya.
Jika anda tidak setuju pembangunan jalan tol, kemungkinan besar anda belum pernah mengalami mengendarai motor atau mobil di belakang truk-truk besar di jalan raya dan betapa sulitnya menyalip mereka.
Ketiga, bus angkutan umum.
Apakah para pemilik bus adalah orang kaya? Bisa ya, bisa tidak. Bisa perusahaan besar, bisa perusahaan kecil. Bisa jadi pemilik bus adalah sekaligus supir.
Apa pun itu, para pemilik bus hanya sedang menjalankan usaha. Jalan tol dibuat untuk melancarkan dan memudahkan usaha mereka.
Usaha mereka adalah mengantarkan para penumpang dari satu tempat ke tempat lain. Para penumpang bus bisa orang kaya bisa juga orang miskin.
Jadi tidak benar jika dikatakan jalan tol hanya dibuat untuk orang kaya.
Jalan tol bermanfaat untuk semua lapisan masyarakat.
Dah itu aja. []